Senin, 22 Juni 2009

Geliat Perajin Sambigrowong Terganjal Alat Produksi

Perkampungan yang dulu sangat sepi itu kini mulai menggeliat. Sentuhan manajemen usaha, yang diberikan Layanan Pengembangan Bisnis (LPB) P-3M STIA MY Banten mulai menampakan hasil. Berbekal rasa kebersamaan dalam memajukan usaha, kiprahnya kini terlihat nyata.
Setelah menempuh perjalanan dengan pemandangan kanan kiri jalan areal persawahan, kemudian melewati perkampungan yang kondisi rumahnya sangat memprihatinkan, akhirnya Tim Swa UMKM sampai juga di perkampungan yang menjadi sentra garmen, dengan posisi arah timur laut dari Kota Serang.
Sambigrowong, demikian nama perkampungan yang kini mulai berbenah, utamanya dalam peningkatan ekonomi rakyat. Lokasi tepatnya di Kelurahan Sukawana, Kecamatan Serang, Banten. Bila dilihat sepintas, hingga kini perkam­pungan tersebut sangatlah ketinggalan. Walaupun jarak dari wilayah perkotaan Kabupaten Serang tidak jauh dan hanya membutuhkan waktu sekitar lima belas menit saja, tapi daerah tersebut, seperti belum tersentuh pembangunan secara maksimal.

Soal wiraswasta, Sambigrowong dari dulu sudah banyak melahirkan wirausa­hawan yang potensial. hanya saja, tempo lalu sentuhan program pemerintah seolah belum menyentuh kehidupan warga. Kalaupun ada, hanyalah lipstik belaka, layaknya sebuah kebijakan yang bersifat top down.

Terlepas dari masih banyaknya sentra-sentra industri kecil di Provinsi Banten, hasil sentuhan program Kementerian Koperasi dan UKM melalui Dinas Perindag­kop Provinsi Banten, setidaknya melihat dari dekat geliat ekonomi rakyat di Sambigrowong, dengan aktifitas sentra garmennya, sedikit terjawab dan mulai terlihat nyata.

Dari 150 KK, kini 40 KK di kampung tersebut sudah memiliki pekerjaan yang layak. Usaha garmen sendiri adalah usaha turun menurun, yang konon katanya sudah beberapa angkatan menekuni bidang garmen. Walaupun berawal dari usaha keluarga, pada akhirnya usaha inilah yang bisa merekrut tenaga kerja dan bisa mem­perbaiki ekonomi keluarga secara langsung. Menurut data dari koperasi setem­pat, tidak kurang dari 130 tenaga kerja yang terserap dalam usaha tersebut, di saat orang kebanyakan bingung mencari kerja.

Teknologi Rumahan
Mendengar sentra garmen, bayangan kita hampir pasti berilustrasi dengan onggokan mesin-mesin yang berputar tiada henti, layaknya industri. Janganlah heran, bila di sentra garmen Sambigrowong tidak melihat pemandangan itu. Tak terlihat pabrik, apalagi ruangan produksi yang terlihat sesak dengan kesibukan para buruh.

Selama ini para perajin mengerjakan produksinya memang unik, mereka bersama-sama anggota keluarganya, tiga sampai tujuh orang mengerjakan kerajinan garmen dirumahnya masing-masing. Walaupun ruangan yang tersedia hanya berukuran 2 x 3 meter, ternyata setiap bulannya mereka bisa menghasilkan berlosin-losin potong pakaian yang siap jual.

Dari penuturan beberapa perajin, selama ini, jenis pakaian yang diproduksi tergantung dari pesanan. Guna memenuhi permintaan pasar lokal Banten dan Jakarta, para perajin memproduksi jenis setelan olahraga, pakaian seragam sekolah dan lainnya.

Derap irama mesin jahit seolah mengikuti terus perjuangan usaha bidang garmen yang tak kenal henti. Modal boleh saja pas-pasan, namun motivasi mengubah nasib kea rah yang lebih baik bagi penduduk setempat nampak sangat kuat. Itu terbukti, dari sekian banyak lahan pekerjaan usaha bidang garmenlah yang banyak ditekuni dan mampu menopang kehidupannya sehari-hari. Kendatipun banyak tantangan yang dihadapi perajin, misalnya masalah permodalan dan pemasaran yang makin hari makin terasa sulit.

Tidak itu saja, dibalik melambungnya nama kampung, ternyata bahan baku belum bisa dipasok seratus persen dari daerah sendiri. Masalahnya, apalagi kalu bukan faktor harga yang relatif mahal. Para perajin selama ini untuk memperoleh bahan kain dan bordiran, masih meng­andalkan pasar Jakarta. Menurut mereka, selain banyak bahan yang bisa dipilih, harganya pun relatif murah.

Kendala lain yang sering dikeluhkan oleh perajin, permodalan yang belum maksimal ditambah teknologi yang kurang mendukung, semisal mesin jahit dan obras yang sudah jauh ketinggalan. Kondisi yang jauh berbeda dengan industri garmen di daerah lain, utamanya di kawasan Priang­­an. Akibatnya, sangat berpengaruh terhadap hasil produksi.

Logikanya, mereka pengusaha garmen daerah lain seperti Bandung dan Jakarta, dalam satu jam bisa menghasilkan lima potong, tenaga kerja yang sangat banyak dengan biaya oprasional yang relatif rendah. Yang terjadi dan dialami para perajin Sambigrowong yang tergabung dalam koperasi “Wana Garmen”, dalam satu jam hanya mampu menghasilkan dua potang saja. Itu pun, dengan tenaga kerja yang sangat sedikit ditambah biaya oprasional yang lumayan tinggi.

Dalam bidang pemasaran, menembus pasar yang lebih luas harus berhadapan dengan produk dari daerah lain dengan kualitas yang bagus dan harganya relatif murah. Sebut saja, hasil produksi dari Kota Kembang, yang selama ini produknya menguasai sebagian pasar.

Nampak jelas, kekurangan perajin garmen Sambigrowong hanyalah alat produksi yang sudah jauh ketinggalan, sehingga berdampak pada kuantitas dan kualitas produksi, yang bermuara pada keharusan bersaing di pasaran.

Bantuan MAP
Peran pemerintah dalam memberdaya­kan dan mengembangkan sektor usaha kecil memang sebuah keniscayaan. Sektor kerakyatan ini, selain relatif tidak berma­salah namun menyimpan potensi besar dalam memberikan andil terhadap kas daerah.

Sedikit lega, dalam Program pemba­ngunan nasional (propenas) era Megawati, terlihat arah pembangunan ekonomi bangsa ini yang mengedepankan sektor Koperasi dan UKM. Namun demikian, dukungan dunia perbankan tetap saja masih condong kepada pengusaha besar. Bantuan-bantuan permodalan dari peme­rintah, nampak hanya sebatas stimulan, MAP misalnya.

Perajin garmen yang tergabung dalam “Wana Garmen” sedikit boleh bangga. Setidaknya, tahun 2001 lalu, berhasil mendapatkan modal pinjaman berupa Modal Awal Padanan (MAP) dari pemerin­tah pusat dalam hal ini Kementerian Koperasi dan UKM RI. Sebuah bukti, sentra garmen Sambigrowong sudah bisa dilirik dan disejajarkan dengan produk garmen lain.

Usaha di bidang garmen memang sangat menjanjikan. Setidaknya, itu pula yang dituturkan H Harun, yang sudah lama melang melintang dalam dunia garmen. “Alhamdulillah, usaha kecil bidang garmen di Sambigrowong bisa tetap eksis, ini dikarenakan peluang bidang ini sangat menjanjikan bila ditekuni. Bagaiamanpun juga, usaha ini bisa menghidupi anggota keluarga saya sejak dulu,” ungkapnya.

Bagaimana tidak menjanjikan, menurut Harun, toh selama ini pengasilan rata-rata yang diperoleh keluarga dalam setiap bulannya, mencapai tiga hingga sembilan jutaan. Itu untuk bulan-bulan biasa. Tapi, untuk bulan 6 sampai bulan 12 tidak sedikit yang berpenghasilan lebih dari bulan biasa, dikarenakan musim masuk sekolah, sehingga permintaan pasar banyak.

“Sebetulnya untuk bulan-bulan tersebutlah panennya pengusaha kecil garmen Sambigrowong. Namun pada sisi lain, kita masih menemukan kendala yang cukup pelik, karena permintaan pasar yang cukup besar, tapi keadaan alat produksi yang tidak canggih dan terbatas, sehingga kadang permintan pasar tidak bisa terpenuhi secara keseluruhan,” lanjutnya.

Harapannya, kedepan pemerintah bisa lebih memperhatikan pengusaha lokal. setidaknya melalui usaha ini, masalah pengangguran bisa sedikit teratasi dan perekonomian masyarakat bisa tercukupi. “Untuk pemasaranpun kita akan mencoba masuk ke suatu daerah baik Jawa ataupun Sumatra. Asalkan tadi itu, alat produksi bisa lebih baik dari yang dipunyai perajin sekarang ini,” tegasnya.

Koperasi Wana Garmen
Awal berdirinya Koperasi Wana Garmen, didasari perkembangan sentra garmen Sambigrowong Desa Sukawana makin hari makin terlihat hasilnya. Hal itu untuk mengantisipasi jumlah 40 perajin yang semakin hari semakin bertambah dan telah mampu menyerap tenaga kerja. Dan didasari pula oleh perkembangan yang dirasakan sangat lamban, akibat kurangnya penanganan secara profesional, sehingga perlu menghimpun diri dalam suatu wadah kebersamaan usaha dalam bentuk wadah koperasi.

Koperasi Wana Garmen ini diprakarsai dan dibentuk oleh beberapa UKM garmen, dan telah mendapatkan pengesahan dari Dinas Perindagkop Serang dengan surat keputusan nomor 053/KEP/10.01/Subdin-Kop/XII/2002 tanggal 10 desember 2002.
Unit usaha yang disediakan koperasi adalah simpan pinjam, penyedian bahan baku konveksi, pemasaran hasil produksi konveksi, supplier dan perdagangan umum. Pada tahap awal, menurut Harun, unit usaha koperasi yang sudah berjalan adalah simpan pinjam, penyedian bahan baku konveksi dan pemasaran hasil produksi sentra garmen. Sedangkan produk yang dihasilkan adalah pakaian olahraga, pakaian seragam sekolah, celana panjang, celana pendek/sontog, jaket, rompi dan lain-lain. Saat ini sentra garmen dan koperasinya dalam binaan LPB/BDS P-3M STIA MY Banten, sejak 2001 lalu, yang diharapkan berdaya saing dalam menghadapi era globalisasi. (saerojiforbis_doc)

0 komentar: