Kamis, 04 November 2010

Raih Sukses dengan Sabar dan Optimis

Sabar dan optimislah. Ya, hanya itulah sebuah kata yang selalu meluncur, ketika kita dihadapkan pada sebuah musibah dan cobaan kehidupan. Tanpa kesabaran, yang bermuara pada sebuah sikap optimis, hidup kita nyaris tanpa sebuah kendali, bahkan boleh jadi tak sadar diri. Ujungnya bisa kita raba sendiri. Kemana muara ketika kita kehilangan sikap sabar dan optimisme.

kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual, bagi mereka yang selalu bergumul dengan persoalan-persoalan motivasi, tentu sudah tak asing lagi. Kecerdasan emosional sendiri, tak lebih bagaimana seseorang secara individual mampu untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi diri, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati) dan kemampuan membina hubungan (kerjasama) dengan orang lain. Sementara kecerdasan spiritual akan lebih banyak berhubungan dengan persoalan keyakinan (keimanan, red) seorang individu akan hakekat Tuhan. Kecerdasan spiritual berkait erat dengan kemampuan seseorang untuk menghadapi dan memecahkan masalah yang berhubungan dengan nilai, batin, dan kejiwaan. Kecerdasan ini terutama berkaitan dengan abstraksi pada suatu hal di luar kekuatan manusia, yaitu kekuatan penggerak kehidupan dan semesta.

Mengelola kesabaran dan menumbuhkan rasa optimisme, memang tidak setiap individu manusia, mulus melakoninya. Tidak jarang kita mendengar ungkapan, “sudah hilang rasa kesabaranku”. Sebagai orang yang mengakui adanya sebuah Dzat Yang Maha Besar, sebuah kekuatan penggerak kehidupan dan semesta, tentu kita merasa prihatin bila mendengar ungkapan seperti itu. Atau pula kita pernah mendengar ungkapan, “kesabaran ada batasnya”. Tentu pula, kalau kita mau renungkan, kita hanya turut prihatin.

Menyoal ‘rentang waktu’ sabar, jelas berkait dengan persoalan kadar keimana kita terhadap Allah. Bila kita mau merenungkan dengan segala kerendahan hati, segala apa kegagalan dan kesuksesan dalam menjalani ujian kehidupan, tersimpan sebuah hikmah yang sangat luar biasa. Bahkan, terkadang sering tidak kita sadari hikmah tersebut. Kegagalan dalam ‘proses kehidupan’ boleh jadi ada sebuah maksud dari Allah. Bisa saja ketika kita mendapat sukses, itu bakal menjadi kesombongan (ujub) yang melanda jiwa kita.

Menyimak kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Zakaria, kita bisa melihat, bagaimana kesabaran Nabi Ibrahim dan Nabi Zakaria dalam memohon kepada Allah dalam menanti kehadiran buah hati. Hingga usia tua mereka sabar dan berdoa, Allah akhirnya memberikan apa yang mereka inginkan. Kesabaran dan kesalehan orangtua menular kepada anak-anaknya. Dari rahim istri kedua Nabi tersebut, lahirlah Nabi Ishaq dan Nabi Yahya. Nabi Ibrahim berkata, berputus asa dari rahmat Allah hanya ada pada diri orang-orang kafir.

Apa yang terjadi pada istri Nabi Ibrahim dan Nabi Zakaria sulit diterima oleh akal, tetapi apa yang Allah inginkan sangat mudah ia wujudkan. Tidak ada yang menghalangi kebesaran dan kekuasaan-Nya meskipun seluruh makhluk-Nya mencegahnya. Itulah kehendak Allah terjadi berkat kesabaran kedua Nabi tersebut. Keyakinan mereka begitu kuat, ibarat karang di tengah lautan meskipun diterpa ombak yang dahsyat, mereka tidak bergeming dan ingin berpindah pada wujud keyakinan lain. Bagaimana mungkin Dia melupakan mereka, sedang Dia Maha Melihat dan Maha Mendengar. Bagaimana mungkin Dia dapat dikalahkan, sedang Dia Maha Perkasa lagi Maha Gagah.

Sikap sabar ini pula, bila kita mampu melakoninya, menumbuhkan kadar optimisme dalam menghadapi ujian hidup yang semakin berat. Di saat iklim kompetisi, di segala bidang kehidupan yang luar biasa ketat. Kuncinya tentu kita kembali pada bagaimana kita cerdas dalam mengelola sikap sabar. Dengan sikap sabar dalam menghadapi setiap ujian kehidupan, dan tetap menumbuhkan sikap optimis, tidak jarang melahirkan tokoh-tokoh sukses.

Tidak sedikit mereka yang sukses, bermula dari beberapa kegagalan yang mereka hadapi. Ketika dihadapkan pada masalah yang berat sekalipun, kebanyakan mereka, tetap sabar dan bersikap optimis dalam menyiasati berbagai masalah hingga menggapai sukses. Wallahu a’lam.