Sabtu, 04 Juli 2009

LPE Banten 2009 Melambat

Sumber: Majalah Teras.com

Melihat data dan informasi terakhir, perekonomian di Banten tahun ini diprediksi mengalami penurunan sedikit lebih tinggi jika dibandingkan perkiraan pada triwulan ke-4 tahun lalu. Prediksi ini dikaitkan dengan kondisi ekspor impor yang menurun lebih tajam dari triwulan sebelumnya.

Diperkirakan, pertumbuhan ekonomi di triwulan pertama ini sampai dengan triwulan-triwulan mendatang, itu akan mengalami perlambatan dan mencapai pertumbuhan hanya 5,3 persen.
Padahal, sebelumnya Kantor Bank Indonesia (KBI) Serang memprediksi perkembangan ekonomi sampai dengan triwulan pertama akan mencapai 5,64persen. Sedangkan pertumbuhan ekonomi tahun 2009 secara keseluruhan (on year) diprediksikan akan mencapai sekitar angka 4,66 persen. Meski demikian, pertumbuhan eknomi di Banten dinilai masih lebih tinggi dari perkiraan rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional yang hanya berkisar pada angka 4 persen.

“Jadi kalau 4,66 persen, Banten akan masih sebagai faktor penggerak ekonomi nasional. Dalam kajian ekonomi regional di Bali, daerah Jawa yang akan menjadi pendorong ekonomi nasional diantaranya adalah Banten, dan Jawa Timur. Bahkan Jawa Tengah dan Jawa Barat sendiri akan menyamai nasional atau sedikit lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi nasional. Kemudian juga factor penopang pertumbuhan ekonomi untuk penghasil Migas, Sumatra dan Kalimantan masih menjadi faktor pendorong ke atas agar ekonomi nasional tidak merosot lebih dalam,” terang Peneliti Ekonomi Muda Senior di Kelompok Kajian dan Survei KBI Serang, Budi Widihartanto.

Menurut Budi, bila dilihat dari sisi Produk Domestic Regional Brutto (PDRB), dari sisi pengeluaran. Pengeluaran itu terdiri dari pengeluaran konsumsi swasta, pengeluaran konsumsi pemerintah, dan pengeluaran konsumsi lembaga nirlaba. Dari ketiga jenis konsumsi utama ini, konsumsi swasta menempati sektor dengan pengeluaran terbesar. Lembaga nirlaba ini semisal lembaga partai politik, yayasan dan sebagainya. Pada saat triwulan satu dan dua, diperkirakan pengeluaran terbesar adalah dari lembaga nirlaba ini untuk belanja politik mereka dalam memenangkan calon-calon legislatif dan calon presidennya.

Ditambah lagi, kata Budi, pada triwulan dua akan ditambah dari stimulus fiskal dari pemerintah pusat, yang rencananya bisa direalisasikan pada bulan April. Bila itu terjadi, pengaruhnya diperkirakan cukup besar, karena secara nasional, stimulus fiskal ini jumlahnya mencapai Rp 70 trilliun. Kemungkinan stimulus ini akan dibagi rata secara nasional. Untuk Banten sendiri, untuk triwulan pertama diperkirakan jumlahnya tidak terlalu besar, karena pada triwulan ini realisasi anggaran kemungkinan hanya mencapai sekitar 3,4 persen dari total APBD.

“Kalau APBD-nya sekitar 1,23 triliun misalnya, itu tinggal dikali saja. 1,23 trilliun dikali 3,4 persen. Kalau ditambah stimulus itu akan lumayan akan bertambah besar. Namun yang perlu diingat, walaupun stimulus cair pada bulan April, tetapi harus melalui proses birokrasi misalnya proses tender. Kemungkinan di awal masih belum cair. Bahkan baru bulan Mei atau bulan Juni yang mulai banyak, kemungkinan akhir triwulan dua lah diperkirakan akan ada peningkatan konsumsi pemerintah. Nah itu menjadi faktor penopang agar perlambatan penurunan ekonomi tidak berjalan,” papar Budi.

Ekspor Impor
Budi juga menambahkan, di triwulan satu dan dua, pengeluaran melalui ekspor dan import diperkirakan mengalami penurunan siginifikan. Padahal, faktor ekspor dan impor ini mempunyai derajat penyebaran yang tinggi terhadap pertumbuhan ekonomi. Jadi setiap penurunan 1 persen dari penurunan PDRB ekspor, itu akan diikuti dengan penurunan pertumbuhan ekonomi sebesar 2,2 persen.

“Pengeluaran kan ada yang pengeluaran konsumsi swasta, pengeluaran konsumsi pemerintah, dan pengeluaran konsumsi lembaga nirlaba. Kemudian juga ada investasi, artinya penanaman modal Asing di dalam negeri, kemudian juga ada ekspor impor. Selain pembentukan modal cepat Brutto (PMPB). PMPB pada dasarnya investasi. Ekspor impor ini, yang kemarin cukup besar, karena ekspor impor kita ini condong dari sektor industri. Kalau dari sisi sektoral, sektor industri ini sekitar 4,7- 4,9 persen dari total PDRB Banten. Jadi hampir 50 persen dari sektor industri sendiri. Jadi kalau omzetnya sektor industri atau nilai tambah di sektor industri itu turun, tentu akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Banten. Sementara ini faktanya di bulan Januari, terlihat bahwa penurunannya sudah cukup tajam dari sisi ekspor dan impornya,” urai Budi.

Sedangkan dana Pihak Ketiga yang dikumpulkan perbankan, Pada triwulan kesatu ini belum sepesat pada triwulan dua dan tiga. Khusus mengenai penghimpunan dana pihak ketiga oleh perbankan di Banten memang masih menunjukan perkembangan yang cukup baik. Sehingga pada awal 2009 diperkirakan pertumbuhannya secara year on year (bulan Januari tahun 2009 dibandingkan dengan bulan Januari tahun sebelumnya) masih di level 20 persen.

Untuk triwulan satu ini sektor konsumsi masyarakat masih rendah, sehingga pertumbuhan di sektor konsumsi belum begitu besar, belum melebihi 5 persen. Hal itu terindikasi dari survey yang dilakukan KBI terhadap perbankan di Banten. Memang di daerah tertentu, kredit makin terserap, misalnya di wilayah Tangerang dan Kota Cilegon. Di zona lain relatif melemah atau melambat.

“Di Provinsi Banten tingkat pertumbuhan ekonomi yang masih cukup tinggi terutama pada empat daerah yaitu Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang , Kota Cilegon dan Serang,” terang Budi.

Tingkat Inflasi
Sementara, terkait tingkat Inflasi, Budi menyatakan, data BPS menunjukkan inflasi mengalami tren yang rendah. Jadi diperkirakan hingga akhir triwulan satu ini cenderung masih rendah, baik triwulanan maupun tahunannya. Inflasi dari Januari sampai Maret diperkirakan tidak jauh dari kisaran 1 persen, berada di level 0.88 persen. Bila year on year sudah turun hanya sekitar 9,2 persen.

Untuk bulan Januari, dari 10 komoditi terbesar yang berpengaruh terhadap inflasi yaitu makanan jadi, minuman tidak beralkohol, daging dan hasil-hasilnya, buah–buahan, perawatan jasmani dan kosmetika. Untuk bulan Februari penyumbang inflasi yang terbesar adalah jasa kesehatan (karena banyak yang sakit), tembakau dan minuman beralkohol penyumbang inflasi terbesar kedua. Yang ketiga rekreasi, keempat kursus-kursus, selanjutnya adalah bahan makanan, daging, ikan dan bumbu-bumbuan.

Dengan penurunan harga BBM , direspon dengan penurunan tarif angkutan kota, hal ini malah menimbulkan Deflasi, bukan inflasi. Tentunya ini mampu menekan kenaikan inflasi di bahan makanan. Karena kenaikan bahan makanan di Januari dan Februari cukup tinggi. Jadi Inflasi di Banten hanya 0,22 persen di bulan Januari, dan 0,12 persen di bulan Februari. Padahal di periode yang sama pada tahun 2008, inflasi di bulan Januari 1,87 persen. Sedangkan dibulan Februari 1,72. Jadi kalau ditotal dua bulan ini inflasi diatas 1,55persen. Tahun 2009 ini inflasi dari bulan Januari-Februari di bawah 0,5 persen. <***>

0 komentar: