Senin, 03 Mei 2010

Raup 2,5 Juta per Bulan dari Jamur Tiram

Saat gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) menimbulkan banyak pengangguran baru, sekelompok pemuda di Lebak justru semakin giat membudidayakan komoditas jamur. Mereka “menyulap” tumbuhan hutan yang biasanya dianggap tak berharga, menjadi sebuah komoditas dengan nilai ekonomis tinggi.

Kelompok  “Saung Jamur Nubalarea”, itulah nama kelompok budidaya jamur tiram putih yang berlokasi di Desa Sumurbandung, Kecamatan Cikulur. Sejak 2 tahun lalu, mereka terus menggenjot upaya produksi jamur tiram (shimeji white). Sehingga diharapkan nilai produksinya bukan saja dapat menjadi sarana pemenuhan ekonomi keluarga. Tujuan paling penting adalah terpenuhinya gizi keluarga secara mudah dan murah.
Menurut Ketua Kelompok  “Saung Jamur Nubalarea” M. Jen saat ditemui Banten Ekspose di kediamannya belum lama ini mengatakan, tumbuhan jamur tiram sebelumnya memang kurang begitu diminati masyarakat, bahkan cenderung dipandang sebagai komoditas yang tidak bernilai sama sekali.
“Memang komoditi ini, hanya dipandang sebelah mata. Karena selain hanya tumbuh di hutan tepatnya pada pohon kayu, tumbuhan jamur ini juga dipandang tak memiliki nilai giji maupun ekonomi,” jelasnya.
Pada prinsipnya, budidaya jamur tiram adalah mengusahakan kondisi sehingga jamur tiram tersebut dapat tumbuh dengan baik. Untuk itu, perlu dilakukan adaptasi substrak dan lingkungan agar jamur dapat tumbuh seperti di tempat aslinya. Karenanya dalam budidaya jamur tiram, faktor tumbuh dan lingkungan sangat berpengaruh besar.
Menurutnya, sifat jamur tiram, banyak ditemukan tumbuh di pohon kayu yang sudah lapuk. Berdasarkan sifat tumbuh jamur itulah, maka disimpulkan budidaya dan pengembangan jamur tiram ini, dapat dilakukan pada media buatan yang mempunyai kandungan hara menyerupai median tumbuh asalnya atau kayu yang sudah lapuk.
“Tak sulit dalam pengembangan jamur tiram ini, salah satunya kita tinggal menyediakan serbuk gergaji saja, namun untuk lebih jelas dan detailnya, kami siap membantu masyarakat jadi pembudidaya jamur tiram yang berhasil guna,” tuturnya.
Dijelaskan M. Jen, sejauh ini animo masyarakat akan budidaya jamur tiram putih cukup tinggi. Terbukti, maraknya permintaan budidaya jamur tiram, justeru bukan saja datang dari kelompok pemuda dan masyarakat Lebak, melainkan juga datang dari kawasan Pandeglang dan Tangerang.
“Untuk sarana produksi yang sudah jadi, yang terbentuk dalam wujud log jamur, kami banyak menerima pesanan bukan saja dari masyarakat Lebak, juga dari Kabupaten Pandeglang dan Tangerang,” tukasnya.
Pada awalnya, dua tahun lalu jelas M. Jen, kelompok yang memiliki tenaga pekerja 9 orang dan hanya memproduksi 3000 baglog jamur dengan modal awal Rp 3 juta, namun kini usaha jamurnya telah mempunyai 10.000 baglog jamur dengan jumlah pendapatan (omzet –red) bersih Rp 2,5 juta per bulan dengan hasil rata-rata produksi jamur 80 Kg hingga 100 Kg per harinya.
Dalam pemasaran sehari-hari produksi jamur tersebut, lanjut M. Jen, pihaknya selalu mengirim atau menjual ke beberapa rumah makan di kawasan Sampay, Warunggunung juga ke pasar Rangkasbitung dan Pandeglang. Itupun masih banyak permintaan pasar belum terpenuhi. Ia mengaku belum mamapu memenhuhi permintaan pasar dalam jumlah banyak dan tiap hari untuk dikirim.
“Dikelola secara baik dan benar, kami akui bahwa usaha Budidaya jamur tiram putih sangat menguntungkan dan memiliki prosfek baik kedepan, Harga jamur tiram putih di pasaran mencapai Rp 10 ribu per kilo,” kata M. Jen.

0 komentar: